Anda dapat melihat tulisan ini juga pada
http://deskyaviantyfury.blogspot.com/
http://savinamaharanivajni.blogspot.com/
http://deskyaviantyfury.blogspot.com/
http://savinamaharanivajni.blogspot.com/
Terapi bermain adalah bagian perawatan pada anak yang
merupakan salah satu intervensi yang efektif bagi anak untuk menurunkan atau
mencegah kecemasan sebelum dan sesudah tindakan operatif . Dengan demikian
dapat dipahami bahwa didalam perawatan pasien anak, terapi bermain merupakan
suatu kegiatan didalam melakukan asuhan keperawatan yang sangat penting untuk
mengurangi efek hospitalisasi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak
selanjutnya.
Di sisi lain terapi bermain menurut Schaefer dan Reid
(dalam Hatiningsih, 2013) adalah salah satu alat untuk membangun komunikasi
bagi anak- anak yang bermasalah untuk dapat mengungkapkan permasalahan yang
sedang mereka hadapi dengan cara menyenangkan, santai dan terbuka.
Pengaruh bermain dalam
perkembangan anak :
1)
Perkembangan
Fisik
2)
Dorongan
Berkomunikasi
3)
Penyaluran
bagi Energi Emosional yang Terpendam
4)
Penyaluran
bagi Kebutuhan dan Keinginan
5)
Sumber
Belajar
6)
Rangsangan
bagi Kreativitas
7)
Perkembangan
Wawasan Diri
8)
Belajar
Bermasyarakat
9)
Standard
Moral
10)
Belajar
Bermain Sesuai dengan Peran Jenis Kelamin
11)
Perkembangan
Ciri Kepribadian yang Diinginkan
STUDI KASUS
Studi kasus 1 ( Play Therapy dalam identifikasi kasus
kekerasan seksual terhadap anak)
Sepanjang tahun terdapat banyak laporan kasus kekerasan
terhadap anak, baik itu kekerasan fisik, seksual maupun psikis. Salah satu
diantaranya kasus yang sering terjadi adalah kekerasan seksual pada anak.
Kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak dalam segala
bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur
tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang
dewasa atau anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki
pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau
aktivitas seksual. Kekerasan ini dapat dilakukan oleh keluarga yaitu ayah atau
ibu kandung, ayah atau ibu tiri, saudara kandung, kakek, nenek, bahkan
tetangga, bapak atau ibu guru, teman maupun pacar. Seperti kasus yang sedang
diramaikan saat ini adalah Jakarta Internasional School (JIS).
Kasus diatas memiliki dampak psikologis bagi anak seperti
masalah harga diri, perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri hingga dapat
mengakibatkan gangguan seperti Pasca-Trauma Stress Disorder (PTSD), Gangguan
kepribadian dan Gangguan identitas disosiatif. Terapi yang digunakan untuk
menangani kasus kekerasan seksual diatas yaitu dengan terapi bermain. Menurut
Wakenshaw , terapi permainan merupakan pendekatan sistematis untuk mendapatkan
kesadaran dalam dunia anak atau wawasan anak melalui wahana utama komunikasi
mereka, yaitu bermain yang merupakan cara yang terbaik untuk anak
mengekspresikan perasaannya. Salah satu terapi bermain yang dapat dilakukan
adalah bermain rumah-rumahan. Tokoh-tokoh yang berperan dalam tema tersebut
dipilih sesuai dengan peran yang analog dengan kasus yang terjadi pada subjek.
Terapi bermain dapat digunakan untuk mengungkap kasus
kekerasan seksual pada anak , media untuk mengekpresikan pikiran dan perasaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melalui terapi bermain, disertai
wawancara dan observasi diperoleh gambaran tentang lokasi dan kronologis
kejadian kekerasan seksual yang terjadi pada subyek penelitian, serta dapat
mengungkap jenis kekerasan seksual yang terjadi pada subyek. Selain itu melalui
terapi bermain subyek dilengkapi wawancara dan observasi, subyek dapat
mengekpresikan perasaan marah sehubungan dengan kasus yang menimpa dirinya.
Studi Kasus 2 ( Terapi bermain dalam kasus anak yang tidak mau sekolah)
Seorang anak yang tidak termotivasi untuk sekolah bisa disebabkan oleh
beberapa hal. Untuk mengungkap penyebab tersebut dapat dilakukan terapi
bermain. Dengan mengajak anak tersebut bermain melalui berbagai macam
permainan. Seorang terapis ingin mengetahui penyebab seorang anak yang tidak
mau sekolah. Terapis tersebut mengajak anak itu bermain dengan sifat yang ramah
agar anak tersebut merasa nyaman dengannya. Terapis menggunakan permainan binatang-binatang kecil
yang terbuat dari plastik dan mulai menanyakan alasan
anak tersebut tidak mau sekolah. Mungkin anak tersebut tidak bisa menjawab. Lalu terapis meminta anak tersebut memilih binatang yang paling disukai
yang menyerupai anak tersebut maupun gurunya, dalam hal ini adalah karakternya.
Dan anak tersebut memilih binatang yang menyerupai dirinya yaitu kingkong, saat
ditanya alasan mengapa memilih kingkong, anak tersebut akan mulai menceritakan.
Dengan permainan, anak akan mudah untuk bercerita. Dan terapis dapat
mengalihkan perhatiannya untuk kembali ke tujuan awal dari terapi. Setelah
masalah telah terungkap, terapis memberitahukan kepada orang tua anak tersbut.
Bentuk-bentuk
dari terapi bermain ini bermacam-macam dan sederhana sekali, juga tidak
memerlukan biaya yang mahal namun memerlukan kreativitas. Tapi kita bukan
menggunakan video games sebagai permainan tapi menggunakan alat-alat yang
nantinya akan menghasilkan sesuatu. Dan dari hasil itu, kita tidak melihat
nilai seninya namun kita melihat hasil dari apa yang dibuatnya dan biasanya
hasil itu menunjukkan dirinya atau perasaannya. Alat-alat permainan yang biasa digunakan antara lain boneka
("puppet"), menggambar, binatang-binatang kecil dari plastik,
pedang-pedangan dari plastik, kartu forty-one, pasir, malam atau pledo, dan lain-lain.
Dalam melakukan terapi bermain ini dibutuhkan
waktu + 30 menit.
Studi
Kasus 3 (Pendekatan teoritis penerapan terapi bermain pada penyandang autisme)
Penyandang autisme
dapat menggunakan terapi bermain. Beberapa terapi bermain yang dapat digunakan
salah satunya yaitu terapi yang dilakukan oleh Bromfield. Fokus terapi yang
dilakukan oleh Bromfield yaitu dengan masuk ke dunia
anak agar dapat memahami pembicaraan dan perilaku anak yang membingungkan dan
kadang tidak diketahui maknanya. Bromfield mencoba menirukan perilaku obsessif
anak yaitu mencium/membaui semua objek yang ditemui menggunakan suatu
boneka. Cara yang dilakukan Bromfield dapat menarik
perhatian anak tersebut. Bromfield berhasil menjalin komunikasi lanjutan dengan
anak tersebut menggunakan alat-alat bermain lain seperti boneka,
catatan-catatan kecil, dan telepon mainan. Setelah proses terapi yang
berjalan tiga tahun, si anak dapat berkomunikasi
secara lebih sering dan langsung.
Sumber :
Hatiningsih, N. (2013). Plat Therapy Untuk Meningkatkan Konsentrasi
pada Anak Attention Deficit Hyperactive
Disorder (ADHD). Jurnal Ilmiah Psikologi
Terapan, 330
Maslihah,
S. (2013). Play Therapy dalam identifikasi kasus kekerasan seksual terhadap
anak. Jurnal Penelitian Psikologi .
4, 1
Tedjasaputra, M. (2001). Bermain, mainan dan permainan. Jakarta: Grasindo
Simanjuntak, F.K.J.A. (2009). Pengaruh Terapi Bermain Terhadap
Tindakan Kooperatif Anak dalam Menajalani Perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan, 9
http://www.telaga.org/audio/terapi_bermain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar